Lockdown

Menemani Anak Belajar di Rumah Selama Darurat Wabah

Bagikan

Oleh : Cahyadi Takariawan

Sekarang anak-anak di rumah semua, karena sekolah “merumahkan” siswa agar belajar di rumah, learning at home di masa wabah corona. Apa tanggapan orangtua?  Apakah “Horeeee… Alhamdulillah…”, atau “Waduuuh… Pusiiiing….” Mana yang banyak terjadi?

Jika situasi liburan, orangtua akan sangat bahagia bisa berkumpul bersama keluarga di rumah. Namun karena situasi bencana, dimana semua harus melaksanakan protokol #stayathome, maka suasana jadi sangat berbeda. Orangtua pusing harus mengurus anak-anak di rumah, sementara mereka harus tetap bekerja ke kantor, atau bekerja dari rumah dengan target-target yang ketat dari perusahaan.

Mari belajar bersama-sama. Tak ada gunanya meratap, marah, jengkel, atau sedih berlebihan menghadapi situasi ini. Semua orang berduka dan menderita saat bencana tiba. Namun harus dipahami sepenuhnya, bahwa sikap jiwa yang negatif tidak akan memberikan penyelesaian apa-apa, kecuali menambah parah suasana. Kepanikan, kecemasan, kegelisahan, justru akan melemahkan daya tahan manusia.

Bagaimana sebaiknya orangtua menemani anak-anak belajar bersama menghadapi pandemi corona? Bagaimana orangtua memanfaatkan momentum kebersamaan #stayathome untuk hal-hal yang positif dan bermakna, bersama seluruh anggota keluarga?

Mari belajar bersama.

  1. Belajar bersikap dan berpikir positif, serta berjiwa besar

Orangtua harus mengajari anak untuk bersikap positif, berpikir positif dan berjiwa besar menghadapi situasi ini. Di masa darurat wabah Covid-19, tanamkan kesadaran spiritual bahwa semua kejadian dan peristiwa dalam kehidupan manusia, pasti ada hikmah dan pelajaran besar yang Allah berikan. Tidak ada kejadian yang sia-sia, semua ada maknanya.

Tanamkan kesadaran bahwa semua musibah, adalah bagian dari ketentuan dan kehendakNya, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ

“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah” (QS. At-Taghabun: 11).

Sebagai orang beriman, apapun yang menimpa kita, hendaknya disikapi dengan jiwa besar. Selalu husnuzhan kepada Allah, dan mampu bersabar atas musibah yang Allah berikan dalam kehidupan. Nabi saw bersabda,

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ ، وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan orang beriman, karena semua bernilai kebaikan, dan hal itu hanya terjadi pada diri orang beriman.Jika mengalami hal yang menyenangkan, dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan. Jika mengalami hal yang tidak menyenangkan, dia bersabar dan hal itu pun merupakan kebaikan.” (HR. Muslim)

Nabi saw bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka berpikirlah positif kepada Allah, bersikaplah positif, serta berjiwa besar agar bisa tegar menghadapi berbagai musibah. Jika kita berprasangka baik kepada Allah, maka seperti persangkaan kita itulah Allah akan memberikan balasan kepada kita.

  • Belajar meningkatkan kedekatan kepada Allah

Mari belajar bersama keluarga, mengambil hikmah paripurna dari wabah corona. Mungkin selama ini kita kurang mendekat kepada Allah, bahkan terlalu jauh dari Allah. Maka Allah berikan peringatan berupa wabah, agar kita semakin mendekat kepada Allah. Jika kita mau mendekatkan diri kepada Allah di saat wabah, Allah pun akan semakin mendekat kepada kita.

Nabi saw bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bahkan bagi hamba yang banyak maksiat dan dosa selama ini, hendaklah memperbanyak tobat dan kembali kepada Allah di masa wabah ini. Sungguh Allah sangat gembira dengan tobat hambaNya. Nabi saw bersabda,

“Sesungguhnya Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya ketika ia bertaubat pada-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang berada di atas kendaraannyamengajak  dan berada di suatu tanah yang luas (padang pasir), kemudian hewan yang ditungganginya lari meninggalkannya. Padahal di hewan tunggangannya itu ada perbekalan makan dan minumnya. Sehingga ia pun menjadi putus asa. Kemudian ia mendatangi sebuah pohon dan tidur berbaring di bawah naungannya dalam keadaan hati yang telah berputus asa. Tiba-tiba ketika ia dalam keadaan seperti itu, kendaraannya tampak berdiri di sisinya, lalu ia mengambil ikatnya. Karena sangat gembiranya, maka ia berkata, ‘Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku adalah Rabb-Mu.’ Ia telah salah mengucapkan karena sangat gembiranya.” (HR. Muslim).

  • Belajar menciptakan kebahagiaan bersama

Mari belajar bersama keluarga. Wabah telah menyatukan semua anggota keluarga. Mereka berkumpul semua karena aturan “stay at home” untuk menghadapi wabah Corona. Hendaknya orangtua pandai mengajak anak-anak untuk menciptakan kebahagiaan bersama. Hindari stress dalam menghadapi cobaan wabah Corona, karena akan menurunkan imunitas tubuh. Jaga kesehatan dan jaga kegembiraan bersama.

Ibnu Sina telah berpesan, “Kesedihan adalah setengah dari penyakit, ketenangan adalah setengah dari obat, kesabaran adalah awal dari penyembuhan.” Maka ciptakan kebahagiaan bersama keluarga, agar bisa menghadapi wabah dengan penuh ketegaran dan terjauhkan dari tekanan jiwa yang membahayakan kesehatan.

Orangtua hendaknya bisa meregulasi emosi dengan baik, sehingga tidak menimbulkan situasi ketegangan dan kegelisahan dalam keluarga. Jika orangtua bersikap marah, emosi, uring-uringan, maka akan tercipta suasana tidak nyaman. Hilanglah keceriaan, yang tersisa hanya lontaran kemarahan, kebencian, saling menyalahkan dan hal-hal negatif lainnya. Inilah pencetus kesedihan, dan sebagaimana pesan Ibnu SIna, kesedihan adalah setengah dari penyakit.

Pandai-pandailah menciptakan kebahagiaan bersama keluarga. Di tengah berbagai macam keterbatasan yang kita alami, sibukkan anak-anak dengan aktivitas positif yang membuat mereka semakin salih dan salihah, semakin dekat kepada Allah, semakin mampu merasakan kebahagiaan ruhaniyah yang sangat utama.

  • Belajar menguatkan bonding bersama keluarga

Mari belajar bersama keluarga. Selama ini banyak keluarga yang mengaku kurang waktu untuk family time, dengan alasan kesibukan. Sekarang saatnya, Allah berikan waktu den kesempatan untuk menguatkan bonding di antara semua anggota keluarga. Berkumpul untuk shalat lima waktu berjama’ah di rumah. Berikan tausiyah. Minta semua bisa bercerita dan mengobrol bersama. Ciptakan pembagian peran dan kewajiban selama di rumah, untuk melakukan aktivitas kerumahtanggaan secara bersama-sama.

Suami, istri dan anak-anak saling berbagi tugas dan peran untuk menyelesaikan aktivitas kerumahtanggaan. Memasak, membersihkan dapur, menyapu rumah, mencuci pakaian, menyeterika, membersihkan kamar mandi, membuang sampah, dan lain-lain pekerjaan teknis kerumahtanggaan, hendaknya dibagi-bagi secara detail, namun disertai kerja sama secara produktif. Buatlah suasana ceria dalam pelaksanaan tugas-tugas teknis tersebut, agar bisa menjadi sarana canda tawa yang menyegarkan suasana.

Berbagai macam aktivitas kebersamaan tersebut akan menguatkan bonding atau kelekatan dan kehangatan dalam keluarga. Semua saling bantu membantu, saling menolong, saling meringankan beban. Semua merasa saling membutuhkan satu dengan yang lain. Tidak ada yang boleh bersikap cuek atau masa bodoh, namun semua harus terlibat dalam kegiatan keseharian secara bersama-sama. Mengaji bersama, beribadah bersama, berzikir bersama, semua akan menguatkan bonding antar anggota keluarga.

  • Belajar memahami kehidupan

Mari belajar bersama. Kehidupan tidaklah tetap dan statis, namun kondisi yang sangat dinamis. Dari waktu ke waktu selalu penuh dengan dinamika. “Yang namanya hidup pasti penuh cobaan. Kalau penuh cucian itu namanya laundry”, demikian quotes joke yang banyak beredar di medsos belakangan ini.

Pelajaran kehidupan menjadi sangat penting ditanamkan dalam diri anak-anak. Bahwa kehidupan tidak selalu berjalan seperti yang diharapkan atau direncanakan. Kadang manusia memiliki rencana ABCD, namun ternyata yang terjadi adalah EFGH. Kadang manusia mengharapkan suasana X, namun yang dijumpai adalah suasana Y atau bahkan Z. Artinya, hidup mengajarkan agar kita memiliki kesiapan menghadapi kondisi yang tak sesuai keinginan dan harapan. Harus siap menghadapi segala hal yang terjadi, dengan sikap yang positif.

Allah berfirman,

لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ

“(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Al Hadid: 23)

Seluruh peristiwa dalam kehidupan pasti mengandung makna (meaning), maka beruntunglah manusia yang selalu bisa mengambil makna positif dari semua peristiwa. Inilah pelajaran yang sangat penting dan esensial, dalam menghadapi wabah corona. Kita mendapat pelajaran langsung dari Allah Ta’ala tentang kekuatan Allah dan kelemahan manusia, tentang rencana Allah dan rencana manusia, tentang keabadian dan kehancuran. Simak delapan pelajaran dari wabah corona, yang sering dilupakan manusia.

Merugilah manusia yang tak mendapat makna apapun dari wabah yang melanda sebagian besar negara di dunia.

  • Berkoordinasi dengan sekolah

Untuk anak-anak yang masih sekolah, hendaknya orangtua selalu berkoordinasi dengan pihak sekolah terkait target-target pembelajaran selama anak berada di rumah. Sebagian Perguruan Tinggi dan Sekolah Menengah tetap menjalankan kegiatan belajar mengajar secara online, melalui aneka jenis aplikasi. Koordinasi dengan pihak sekolah harus dilakukan dalam rangka menyamakan “frekuensi” pembelajaran terhadap anak.

Tidak tepat anak-anak mendapatkan beban-beban yang memberatkan selama belajar di rumah. Kondisi penuh tugas, bisa menjadi stressor tersendiri bagi anak-anak dan orangtua. Anak-anak justru bisa kehilangan keceriaan, padahal ketika anak mengalami stres akibat tugas, justru merepotkan orangtua. Maka koordinasi antara orangtua dengan pihak sekolah harus selalu terjalin dengan positif, agar anak tetap memiliki iklim belajar sehingga saat masuk sekolah nanti tidak terjadi kekagetan.

Anak-anak harus tetap memiliki waktu untuk belajar berbagai mata pelajaran sesuai kelasnya. Ada waktu dimana mereka membaca atau mengulang pelajaran, sehingga suasana pembelajaran tetap terjaga. Sangat berat untuk memulihkan suasana dan semangat belajar, apabila selama di rumah tidak memiliki waktu khusus untuk belajar.

Tinggalkan Balasan