Lockdown

Jangan Bersedih, Karena Kesedihan akan Melemahkan Daya Tahan

Bagikan

Oleh : Cahyadi Takariawan

Situasi dunia benar-benar dalam keadaan darurat. Sesuatu yang tak pernah terbayangkan oleh manusia sebelumnya. Awal tahun 2020 ini, semua memiliki rancana dan harapan kehidupan yang lebih baik. Banyak instansi, banyak pelaku usaha, memiliki target yang meningkat, berharap semakin baik usahanya. Tidak dinyana, virus kecil bernama corona sanggup melumpuhkan banyak negara, memporakporandakan banyak rencana.

Faktor penting menghadapi virus adalah imunitas, maka selain melakukan usaha mencegah dan melawan corona, harus disertai pula upaya peningkatan imunitas. Ada sangat banyak hal yang bisa meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia, salah satunya adalah kondisi kejiwaan yang positif. Orang yang selalu sedih, cemas, gelisah, resah, penuh kekhawatiran dan ketakutan, membuat daya imunitasnya turun bahkan bisa hilang. Orang dengan kondisi kejiwaan yang negatif seperti ini, mudah terserang penyakit.

Al Qur’an Melarang Bersedih

Salah satu kondisi kejiwaan yang membuat imunitas melemah adalah sedih. Manusia yang selalu diliputi oleh kesedihan, akan melemahkan daya tahan. Kesedihan hanya akan membawa kepada penurunan imunitas tubuh, membuat penyakit mudah menyerang manusia. Kesedihan juga tidak memberikan kekuatan bagi manusia untuk melakukan perlawanan terhadap bahaya yang mengancam, karena jiwanya lemah.

Di dalam Al Qur’an dijumpai beberapa ayat yang menyampaikan tentang kesedihan. Namun jika dicermati, kata-kata sedih dalam Al Qur’an semuanya hadir dalam konteks larangan atau kalimat negatif (peniadaan). Artinya, Al Qur’an melarang orang beriman untuk bersedih, atau menghendaki ditiadakannya kesedihan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ibnul Qayyim Aljauzi dalam kitab Madarijus Salikin.

Mari kita simak ayat-ayat tentang sedih yang berbentuk larangan. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, karena kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. Ali Imran: 139).

Dalam ayat yang lain, Allah berfirman:

وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ

“Dan janganlah kamu berduka cita (bersedih) terhadap mereka” (QS. An Nahl: 127).

Allah Ta’ala juga berfirman:

لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا

“Janganlah kamu berduka cita (bersedih), sesungguhnya Allah beserta kita” (QS. At Taubah: 40)

Pada tiga ayat di atas, berbentuk larangan bersedih, menggunakan kata “jangan”. Kalimatnya “janganlah kamu berduka cita” atau “janganlah kamu bersedih”.

Kata sedih juga hadir dalam bentuk kalimat negatif atau peniadaan, seperti dalam firman Allah Ta’ala:

لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS. Al Baqarah: 38)

Dalam ayat ini, menggunakan kata “tidak” untuk meniadakan atau menghilangkan kesedihan. Dalam kitab Madarijus Salikin, Imam Ibnul Qayyim Aljauzi menjelaskan,

وسر ذلك أن الحزن موقف غير مسير، ولا مصلحة فيه للقلب، وأحب شيء إلى الشيطان :أن يحزن العبد ليقطعه عن سيره ويوقفه عن سلوكه

“Rahasianya adalah, karena kesedihan adalah keadaan yang tidak menyenangkan, tidak ada maslahat bagi hati. Suatu hal yang paling disenangi setan adalah, membuat sedih hati seorang hamba. Hingga menghentikan dari rutinitas amalnya dan menahan dari kebiasaan baiknya”.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا النَّجْوَىٰ مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا

“Sesungguhnya pembicaraan bisik-bisik itu adalah dari syaitan, supaya orang-orang yang beriman itu berduka cita” (QS. Al Mujadalah: 10). 

Nabi Saw mengarahkan umatnya agar menghindari perbuatan yang bisa menimbulkan kesedihan atau kesusahan bagi orang lain. Beliau Saw bersabda:

إِذَا كُنْتُمْ ثَلَاثَةً فَلَا يَتَنَاجَى رَجُلَانِ دُونَ الْآخَرِ حَتَّى تَخْتَلِطُوا بِالنَّاسِ أَجْلَ أَنْ يُحْزِنَهُ

“Jika kalian bertiga maka janganlah dua orang berbicara/berbisik bisik berduaan sementara yang ketiga tidak diajak, sampai kalian bercampur dengan manusia. Karena hal ini bisa membuat orang yang ketiga tadi bersedih” (HR. Bukhari no. 6290 dan Muslim no. 2184).

Nabi Saw menyatakan, memberikan kebahagiaan dan menghilangkan kesedihan adalah amal yang paling dicintai Allah. Dalam sebuah riwayat dari Ibnu ‘Umar, Nabi Saw bersabda:

أَحَبُّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ , وَأَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى سُرُورٌ تُدْخِلُهُ عَلَى مُسْلِمٍ , أَوْ تَكَشِفُ عَنْهُ كُرْبَةً , أَوْ تَقْضِي عَنْهُ دَيْنًا , أَوْ تَطْرُدُ عَنْهُ جُوعًا , وَلأَنْ أَمْشِيَ مَعَ أَخِ فِي حَاجَةٍ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَعْنِي مَسْجِدَ الْمَدِينَةِ شَهْرًا

“Manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia lain. Adapun amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat kesusahan dari orang lain, membayarkan hutangnya atau menghilangkan rasa laparnya. Sungguh aku berjalan bersama saudaraku muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini —yakni masjid Nabawi— selama sebulan penuh.”

Hadits Riwayat Imam Thabrani dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 13280, 12: 453. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana disebutkan dalam Shahih Al Jami’ no. 176.

Dua contoh hadits di atas, dan hadits-hadits lain yang semacam, semakin menguatkan pemahaman, bahwa kesedihan harus dihilangkan, termasuk penyebab kesedihan harus dihilangkan.

Maka Berbahagialah

Jika kesedihan adalah sesuatu yang harus dihindari, di sisi lain kebahagiaan adalah sesuatu yang  harus dihadirkan. Kondisi jiwa yang bahagia, akan memberikan kekuatan kepada manusia untuk melakukan banyak kebaikan. Termasuk dalam usaha melawan virus corona, kita tidak boleh larut dalam kesedihan. Jiwa kita harus kuat dan selalu memupuk harapan serta kebahagiaan, agar mampu bertahan bahkan melawan COVID 19.

Allah menurunkan Al Qur’an kepada manusia, tidak untuk membuat kesusahan dan kesedihan. Al Qur’an diturunkan, justru untuk membuat manusia berbahagia. Allah telah berfirman:

مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَىٰ

“Kami tidaklah menurunkan Al Quran ini kepadamu untuk membuatmu susah” (QS. Thaha: 2).

Manusia beriman, hendaknya selalu bergembira dengan karunia dan rahmat Allah. Sebagaimana firman Allah:

قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”. (QS. Yunus: 58)

Allah tidak menghendaki kesedihan dan kesempitan jiwa. Hanya Allah yang bisa membuat manusia berbahagia serta berlapang dada, terjauhkan dari kesempitan hati, pikiran serta perasaan. Allah telah berfirman:

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (QS. Alam Nasyrah: 1)

وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ

“Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu.”  (QS. Alam Nasyrah: 2)

Melawan Kesedihan

Kesedihan itu melemahkan, kesedihan itu menghilangkan daya tahan, maka harus dilawan. Salah satu cara melawan kesedihan adalah dengan berdoa, memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala. Ibnu Mas’ud Ra meriwayatkan, bahwasannya Nabi Saw bersabda:

“Tidaklah seorang hamba tertimpa kesedihan dan kegundahan kemudian berdo’a:

اللَّهمَّ إنِّي عبدُكَ ، وابنُ عبدِكَ ، وابنُ أمتِكَ ، ناصِيتي بيدِكَ ، ماضٍ فيَّ حُكمُكَ ، عدلٌ فيَّ قضاؤُكَ ، أسألُكَ بِكُلِّ اسمٍ هوَ لَكَ ، سمَّيتَ بهِ نفسَكَ ، أو أنزلتَهُ في كتابِكَ ، أو علَّمتَهُ أحدًا مِن خلقِكَ ، أوِ استأثَرتَ بهِ في عِلمِ الغَيبِ عندَكَ ، أن تَجعلَ القرآنَ ربيعَ قَلبي ، ونورَ صَدري ، وجلاءَ حُزْني ، وذَهابَ هَمِّي

“Allahumma inni ‘abduka wabnu ‘abdika wabnu amatika, nashiyati biyadika, madhin fiyya hukmuka, ‘adlun fiyya qadha’uka, as-aluka bikullismin huwa laka, sammaita bihi nafsaka, au anzaltahu fi kitabika, au ‘allamtahu ahadan min khalqika, awis ta’tsarta bihi fi ‘ilmil ghaibi ‘indaka, an taj’alal Qur’ana rabi’a qalbi wanura shadri, wajala’a huzni, wa dzahaba hammi”.

“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambaMu, anak hamba laki-lakiMu, dan anak hamba perempuanMu. Ubun-ubunku berada di tanganMu. HukumMu berlaku pada diriku. KetetapanMu adil atas diriku. Aku memohon kepadaMu dengan segala nama yang menjadi milikMu, yang Engkau namakan diriMu dengannya, atau Engkau turunkan dalam KitabMu, atau yang Engkau ajarkan kepada seorang dari makhlukMu, atau yang Engkau rahasiakan dalam ilmu ghaib yang ada di sisiMu, agar Engkau jadikan Al Qur’an sebagai penyejuk hatiku, cahaya bagi dadaku dan pelipur kesedihanku serta pelenyap bagi kegelisahanku.”

Maka Allah akan hilangkan kegundahan dan kesedihannya serta menggantikannya dengan kebahagiaan’. (HR. Ahmad I/391 dan disahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Kita juga bisa menghilangkan kesedihan dengan selalu melaksanakan perintah Allah Ta’ala berikut ini:

 وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. ‘Ali ‘Imran : 139).

Syaikh As Sa’di dalam kitab Taisiru Karimir Rahman menjelaskan, “Tidak seharusnya seorang muslim itu bersikap lemah dan bersedih hati, karena mereka adalah orang-orang yang paling tinggi keimanannya dan harapan mereka terhadap balasan dari Allah sangat besar. Maka tidak sepantasnya seorang mukmin yang mengharapkan balasan akhirat dan juga dunia yang telah dijanjikan oleh Allah, untuk bersedih dan lemah”.

Kesedihan juga bisa dilawan dengan memperbanyak dzikir kepada Allah Ta’ala:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (QS. Ar Ra’du ayat 28)

Imam Ibnu Qayyim menjelaskan tentang makna ayat diatas, bahwa yang dimaksud dengan dzikir ada dua pendapat ulama.

أَحَدُهُمَا: أَنَّهُ ذَكَرَ الْعَبْدُ رَبَّهُ، فَإِنَّهُ يَطْمَئِنُّ إَلَيْهِ قَلْبُهُ، وَيَسْكُنُ فَإِذَا اضْطُرِبَ الْقَلْبُ وَقْلَقَ فَلَيْسَ لَهُ مَا يَطْمَئْنُّ بِهِ سِوَى ذِكْرُ اللّهِ

“Pendapat pertama tentang makna dzikrullah adalah seorang hamba mengingat Nama Allah Swt. Karena hati akan tenang dengan mengingat nama-Nya. Ketika hati goncang, mengalami kebingungan, tidak ada yang bisa membuat dia tenang, selain mengingat Allah”.

وَالَقًوْلُ الثَّانِيْ: أَنَّ ذِكْرُ اللّهِ هَاهُنَا الْقُرْآنَ، وَهُوَ ذِكْرَهُ الَّذِيْ أَنْزَلَهُ عَلَى رَسُوْلِهِ بِهِ طُمَأْنِيْنَةُ قُلُوْبْ الْمُؤْمِنِيْنَ. فَإِنَّ الْقَلْبَ لَا يَطْمَئْنُّ إِلَّا بِالْإِيْمَانِ وَالْيَقِيْنِ. وَلَا سَبِيْلُ إِلَى حُصُوْلِ الْإِيْمَانِ وَالْيَقِيْنْ إِلَّا مِنَ الْقُرْآنِ

“Pendapat kedua, bahwa makna dzikrullah adalah Al Quran. Karena Al Quran adalah peringatanNya yang Dia turunkan kepada RasulNya, sebagai penenang bagi hati orang yang beriman. Karena hati tidak akan menjadi tenang, kecuali dengan iman dan yakin. Dan tidak ada jalan untuk mendapatkan iman dan yakin, kecuali dari Al Quran”.

Penutup

Manusia beriman selalu bersikap optimistik, karena di dalam setiap kesulitan selalu Allah berikan pula kemudahan. Allah berfirman:

إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. (QS. Al Insyirah : 5)

Dalam kitab Tafsir Al Mukhtashar dijelaskan, “Sesungguhnya bersamaan dengan kesusahan dan kesempitan itu terdapat kemudahan dan kelapangan”.


Kita harus bersama-sama melawan COVID 19. Maka jangan bersedih, jangan berduka. Bersikap tenang, dan menjaga jiwa selalu bahagia. Dengan begitu, imunitas tubuh kita akan terus meningkat. Sanggup menghadapi dan melawan virus corona. Insyaallah.

Daftar Bacaan

Aidh Al Qarni, La Tahzan, Jangan Bersedih, Penerbit Qisthi Press, 2003

Cahyadi Takariawan, The Butterfly Efect, Wonderful Publishing, 2019

Tinggalkan Balasan